Perpaduan sedimen alami dan tailing menciptakan area yang berguna bagi perkembangan hutan bakau dan mendukung keanekaragaman hayati di habitat muara sungai.

Konon katanya, kubu yang berseberangan akan tarik-menarik. Barangkali fenomena inilah yang mampu menjelaskan mengapa dua spesies kepiting yang cocok mewakili representasi Si Cantik dan Si Buruk Rupa ditemukan di area yang sama di muara sungai di Kabupaten Mimika.

Anda mungkin berpikir, ide yang menggabungkan antara kepiting dan keindahan adalah pada saat karaka lada hitam dan nasi putih panas terhidang dengan sepiring cah kangkung di atas meja makan. Namun, para pecinta kepiting pasti akan setuju bahwa tubuh Typhlocarcinops raouli yang ramping dan berbentuk persegi panjang menjadikannya sesuatu yang lebih cantik dibandingkan penampakan dengan cakar yang gemuk dan berotot spesies baru lainnya,Typhlocarcinops robustus.

Ada alasan lain yang menjadikan penemuan baru ini penting bukan hanya bagi pecinta kepiting.

Sementara banyak tempat di belahan dunia lain yang mengalami penyusutan luas hutan bakau akibat kenaikan permukaan air laut, hal yang sebaliknya justru terjadi di muara Sungai Ajkwa.

Hal tersebut disebabkan bukan hanya oleh deposisi sedimen alami tetapi juga berkat penambahan tailing dari operasi PTFI yang bentuknya menyerupai sedimen alami dari segi tekstur dan komposisinya. Sedimen alami dan tailing pada dasarnya adalah batuan yang sama yang terbawa arus dari pegunungan. Hanya saja, pada sedimen alami, batuan hancur dan tersimpan sebagai sedimen akibat faktor alami berupa cuaca dan erosi, sedangkan pada sedimen tailing, batuan hancur menjadi sedimen akibat proses penggilingan di pabrik.

Kombinasi sedimen alami dan tailing menciptakan lahan baru yang bermanfaat bagi pertumbuhan hutan bakau dan habitat muara sungai di Ajkwa.

“Setelah melalui penelitian bertahun-tahun, kita bisa melihat bahwa lahan baru yang terbentuk di muara sungai ini telah didominasi oleh hutan bakau secara alami, di mana dapat menyediakan habitat bagi hewan air seperti kepiting, udang, siput, kerang, ikan dan cacing laut,” terang Gesang Setyadi, Senior Manager-Environmental Jobsite. “Keanekaragaman kehidupan di lahan ini menunjukkan bahwa muara sungai kita adalah ekosistem yang berfungsi dengan sehat.”

Two different species of crab were spotted at Mimika estuary
Dua spesies kepiting yang berbeda ditemukan di muara sungai di Kabupaten Mimika
Typhlocarcinops raouli, a new species of crab have been certified near PTFI
Typhlocarcinops raouli, spesies baru kepiting telah tercatat di dekat area operasi PTFI
Two different species of crab were spotted at Mimika estuary
Dua spesies kepiting yang berbeda ditemukan di muara sungai di Kabupaten Mimika
Typhlocarcinops robustus, spesies baru kepiting telah tercatat di dekat area operasi PTFI
Typhlocarcinops robustus, spesies baru kepiting telah tercatat di dekat area operasi PTFI
Two different species of crab were spotted at Mimika estuary
Dua spesies kepiting yang berbeda ditemukan di muara sungai di Kabupaten Mimika
Two different species of crab were spotted at Mimika estuary
Two different species of crab were spotted at Mimika estuary
Two different species of crab were spotted at Mimika estuary
Two different species of crab were spotted at Mimika estuary
Two different species of crab were spotted at Mimika estuary


Ratusan spesies dalam satu ekosistem

Dua krustasea baru ini ditemukan oleh tim peneliti dari PTFI dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia sekitar lima tahun lalu saat mereka tengah melakukan pengamatan rutin. Setelah mengidentifikasi karakteristik fisik masing-masing, penelitian berlanjut ke proses peninjauan yang memakan waktu hampir empat tahun untuk mengkonfirmasi dan mendeklarasikan bahwa T. raouli dan T. robustus adalah dua spesies baru.

Sejak penelitian PTFI dimulai pada tahun 2001 sebagai bagian dari komitmennya terhadap lingkungan dalam upaya mengklasifikasi keanekaragaman hayati di muara, lebih dari 100 spesies kepiting telah ditemukan di area ini dengan 21 di antaranya merupakan penemuan baru. Kegiatan pemantauan lingkungan perusahaan dilakukan guna meninjau dan mengukur tingkat keanekaragaman hayati area PTFI secara rutin.

Sebuah ekosistem yang sehat

Memiliki lebih dari 100 spesies kepiting yang berbeda memberikan kesimpulan betapa sehat kondisi muara sungai Ajkwa, ungkap Listyo Rahayu, satu-satunya taksonomi kelomang Indonesia.

“Sungai di Mimika dan keanekaragaman hayati yang terkandung di dalamnya adalah sebuah ekosistem yang sangat kaya,” terang Listyo, salah satu peneliti LIPI yang telah bekerjasama dengan perusahaan dalam berbagai kegiatan penelitian dan pemantauan.

Selain melakukan pemantauan terhadap proses sedimentasi alami, PTFI juga membantu menyediakan lahan baru bagi hutan bakau di muara Ajkwa dengan menanam tanaman bakau di lebih dari 280 hektar lahan sejak tahun 2013.

Pemantauan lingkungan yang terus berlangsung di Ajkwa tidak hanya bertujuan mengukur kesehatan ekosistem dan memastikan kepatuhan perusahaan terhadap aturan pemerintah, namun hal ini juga membantu jajaran pimpinan perusahaan dalam pengambilan keputusan yang meminimalkan dampak yang ditimbulkan operasi.





Kembali Ke List