Internalisasi SINCERE Dalam Kerangka Kerja Agile


08 November 2022


Artikel oleh Dziki Fahmi - Juara 2 Lomba Menulis Artikel SINCERE 2022

“Freeport adalah rumah kita. SINCERE adalah nilai-nilai kita”. Begitu kira-kira sepenggal kalimat yang berulang kali diucapkan oleh Pak Tony Wenas, pada acara town hall ulang tahun PTFI ke-55. SINCERE yang merupakan singkatan dari Safety, Integrity, Commitment, Respect, dan Excellence juga kerap menjadi jargon yang diucapkan oleh jajaran pimpinan perusahaan baik di pertemuan lintas divisi ataupun internal divisi. SINCERE adalah sebuah brand yang menjadi bagian dari pelatihan kepemimpinan untuk karyawan PTFI serta digunakan dalam seluruh media komunikasi internal perusahaan. Hal tersebut menyiratkan sangat pentingnya keberadaan nilai- nilai tersebut bagi PTFI.


Lalu mengapa keberadaan nilai-nilai perusahaan menjadi sangat penting?

Secara konseptual, nilai-nilai menjadi pedoman dasar bagi para seseorang untuk berkehendak, berperilaku, serta memutuskan sesuatu. Dengan demikian nilai-nilai perusahaan akan menyeragamkan langkah para karyawannya untuk beraktivitas sehingga bermuara pada terwujudnya mimpi besar atau visi dari PTFI. Mengutip dari laman resmi PTFI, visi dari PTFI adalah “Menjadi perusahaan tambang kelas dunia yang menciptakan nilai-nilai unggul dan menjadi kebanggaan bagi seluruh pemangku kepentingan termasuk karyawan, masyarakat, dan bangsa”.   Visi tersebut merupakan representasi dari corporate goal yaitu sustainable safe production atau produksi yang selamat dan berkelanjutan.

Untuk mencapai visi tersebut, PTFI memiliki langkah-langkah strategis yang terangkum dalam misi PTFI yaitu “Berkomitmen untuk secara kreatif mentransformasikan sumber daya alam menjadi kesejahteraan dan pembangunan berkelanjutan melalui praktek-praktek pertambangan terbaik dengan memprioritaskan kesejahteraan dan ketentraman karwayan dan masyarakat, pengembangan SDM, tanggung jawab sosial dan lingkungan hidup, serta keselamatan dan kesehatan kerja”. Visi dan misi yang besar dan mulia itu hanya dapat dicapai apabila segenap karyawannya bersinergi dan bekerja dengan menerapkan pedoman dasar yang sesuai dengan nilai-nilai perusahaan, dalam hal ini SINCERE.


Lalu apa yang menjadi tantangan terbesar dari adopsi nilai-nilai SINCERE ini?

Dengan ribuan orang karyawan PTFI yang datang dari berbagai macam latar belakang, masing- masing memiliki nilai-nilai yang dianut sebagai bagian dari pembawaan diri yang bisa jadi berbeda satu sama lain. Tentu menjadi tidak mudah dan memerlukan manajemen perubahan untuk dapat menjadikan nilai-nilai SINCERE sebagai bagian dari nilai yang dianut oleh setiap individu karyawan. Maka perusahaan telah menetapkan target untuk dapat melakukan implementasi dan internalisasi sehingga terjadi perubahan perilaku positif dan berkelanjutan sejalan dengan nilai- nilai SINCERE.
Berangkat dari tantangan untuk internalisasi nilai-nilai SINCERE, artikel ini akan membahas dua hal meliputi: 1) bagaimana manajemen perubahan perilaku positif dan efektif menurut konsep “Atomic Habits” selaras dengan Agile methodology yang dijalankan oleh MIS; 2) Bagaimana Agile methodology sejalan dengan nilai-nilai SINCERE. Harapannya adalah nilai-nilai SINCERE tidak hanya sebatas jargon yang diucapkan, tapi kemudian secara kontinu dan efektif diinternalisasi menjadi bagian dari keseharian pekerjaan.


Disarikan dari buku “Atomic Habits” karya James Clear, perubahan positif 1% dan konsisten setiap harinya adalah 37,78x kemajuan dalam satu tahun. Sementara perubahan negatif 1% setiap harinya adalah 0,03x kemunduran dalam satu tahun, seperti terlihat pada ilustrasi Gambar 1. James Clear merekomendasikan manajemen perubahan perilaku yang efektif adalah yang berfokus pada tiny gains namun bersifat kontinu.

Atomic HabbitsInternalisasi nilai-nilai yang berkelanjutan adalah buah dari perubahan karakter. Perubahan karakter merupakan hasil dari perubahan kebiasaan dan dimulai dari perubahan perilaku. Pada setiap usaha perubahan perilaku yang positif, kita akan selalu merasa berat pada tahap awal ketika memulai. Hal ini dikarenakan kemajuan dari suatu perubahan itu tidak linear, tapi cenderung lambat pada permulaan ketika mencoba sesuatu yang baru namun secara gradual akan berakselerasi apabila secara kontinu diteruskan seperti terlihat pada ilustrasi Gambar 2.

 

Valley of DisappointmentSeperti terlihat pada Gambar 2 pada bagian yang diarsir, ada suatu rentang waktu yang disebut dengan “valley of disappointment” di mana hasil aktual masih selalu di bawah ekspektasi. Pada rentang waktu ini, perubahan perilaku cenderung gagal karena ketidakpercayaan terhadap hasil yang masih dibawah ekspektasi. Kunci dari keberhasilan perubahan perilaku adalah untuk terus konsisten melakukan sampai pada suatu titik yang disebut dengan “Critical Threshold”, yaitu titik dimana akselerasi hasil sesuai dengan ekspektasi. Sesudah titik tersebut maka perubahan perilaku positif menjadi lebih mudah karena sudah menjadi kebiasaan dan hasil sudah terlihat melebihi ekspektasi.

Agar dapat melakukan perubahan yang kontinu pada jangka panjang, James Clear menitikberatkan pentingnya membangun sistem kerja alih-alih hanya bertumpu pada goal semata. Goal adalah hasil yang ingin dituju, sementara sistem adalah proses yang bisa mengantarkan pada hasil. Goal diperlukan untuk menentukan arah, namun agar dapat membuat kemajuan dan perubahan positif secara kontinu, cara terbaik adalah dengan membangun sistem yang bekerja. Menurut James Clear, tujuan dari goal adalah untuk “win the game” sementara tujuan dari membangun sistem yang bekerja adalah agar bisa terus “playing the game”. Untuk mencapai tujuan jangka panjang, membangun sistem lebih penting daripada hanya berfokus pada goal. Pencapaian suatu goal bisa jadi akan membuat kita terlena dan akhirnya berhenti melakukan perubahan, sebaliknya kegagalan mencapai goal seringkali menyebabkan kita menyerah, kecewa dan berhenti melakukan perbaikan. Namun apabila kita berhasil membentuk sistem yang terus-menerus melakukan perubahan positif, melakukan penyempurnaan hasil dari sebelumnya, maka perubahan positif menjadi bagian dari sistem.

Metodologi Agile pada dasarnya adalah suatu sistem kerja yang terdiri dari seperangkat tahapan baku dan bertumpu pada kolaborasi dari tim yang bekerja dalam suatu rentang waktu yang disebut dengan sprints untuk mencapai tiny gains. Hasil dari suatu siklus sprint adalah nilai tambah yang kemudian disempurnakan secara kontinu pada siklus sprint berikutnya. Dari penjelasan mengenai metodologi Agile ini dapat disimpulkan bahwa metodologi Agile sejalan dengan strategi manajemen perubahan “Atomic Habits”.

Agile adalah suatu metodologi sistematis untuk bisa mendapatkan hasil yang lebih baik dengan menitikberatkan pada perubahan incremental, kolaborasi, interaksi kerja dan urutan siklus baku yang disebut dengan sprints seperti terlihat pada Gambar 3. Konsep tiny gains dan perbaikan terus menerus ini menjadi bagian utama dari metodologi ini dengan output dari setiap siklus adalah increment atau Minimum Viable Product (MVP). Agile berarti sangat terbuka terhadap perubahan, menganggapnya sebagai suatu dinamika dan mengantisipasi perubahan sebagai hal yang lumrah.

Internalizing SINCERE in an Agile Framework
Internalisasi SINCERE Dalam Kerangka Kerja Agile
Internalizing SINCERE in an Agile Framework
Internalisasi SINCERE Dalam Kerangka Kerja Agile
Internalizing SINCERE in an Agile Framework
Internalisasi SINCERE Dalam Kerangka Kerja Agile
Internalizing SINCERE in an Agile Framework
Internalizing SINCERE in an Agile Framework
Internalizing SINCERE in an Agile Framework


Lalu bagaimana nilai-nilai SINCERE tercermin dalam kerangka kerja Agile?

Agile adalah suatu sistem kerja yang efektif untuk perbaikan yang iteratif dan berkelanjutan. Kerangka kerja Agile dapat diselaraskan dengan nilai-nilai perusahaan dalam hal ini SINCERE. Perilaku nilai-nilai SINCERE dapat kita lihat dalam 4 perspektif yaitu Safety, Productivity, Cost serta Interaction. Mari kita jabarkan setiap bagian dari nilai-nilai SINCERE ini dalam 4 perspektif disertai dengan contoh implementasinya dalam kerangka kerja Agile.

Yang pertama adalah nilai safety. Dengan menggunakan perspektif safety serta interaction, beberapa contoh perilaku yang selaras dengan perspektif safety adalah mengimplementasikan pengembangan program-program safety serta memotivasi tindakan yang mengutamakan safety. Metodologi Agile yang dijalankan MIS saat ini sudah menghasilkan beberapa produk yang digunakan secara luas sebagai bagian dari pengembangan program-program safety seperti e-FRM, digitalisasi audit, digitalisasi inspeksi peralatan produksi, serta program digitalisasi safety accountability program. Digitalisasi memungkinkan proses bisnis bisa berjalan lebih efektif dan efisien dalam menghasilkan nilai tambah. Kerangka kerja agile memungkinkan adaptasi dan perubahan yang cepat sesuai dengan dinamika dan kebutuhan yang berubah dari proses bisnis. Dalam perspektif productivity, contoh perilaku nilai safety adalah mengembangkan proses produksi yang aman. Dengan semangat kolaborasi dari metodologi Agile yang sedang dicoba dijalankan oleh MIS telah menghasilkan beberapa produk yang berkontribusi untuk produksi yang aman seperti digitalisasi inspeksi alat-alat operasional, serta sistem terintegrasi Underground Operations Management System (UOMS) yang memberikan transparansi produksi dan operasional tambang bawah tanah.

Yang kedua adalah nilai integrity. Contoh perilaku nilai integrity dengan menggunakan perspektif safety pada kerangka kerja Agile adalah memberikan transparansi dalam proses aktifitas safety seperti stop the work dari eFRM. Contoh perilaku nilai integrity dengan meggunakan perspektif productivity pada sistem kerja Agile yang memungkinkan komunikasi secara terbuka dalam satu tim lewat mekanisme daily stand up sehingga membuat delivery produk menjadi lebih cepat. Contoh perilaku nilai integrity menggunakan perspektif cost dan interaction pada kerangka kerja Agile adalah penentuan prioritas dari inisiatif yang disebut dengan proses sprint planning. Proses sprint planning melibatkan seluruh anggota tim dan pemangku kepentingan untuk mengurutkan perubahan berdasarkan dampak bisnis dan nilai dari perubahan yang akan dihasilkan. Contoh lain perilaku nilai integrity menggunakan perspektif interaction pada kerangka kerja Agile adalah proses yang disebut dengan sprint restropective untuk menyediakan umpan balik terhadap hasil sprint sebelumnya sebagai input terhadap apa yang berjalan baik dan apa yang perlu disempurnakan di sprint berikutnya.

Yang ketiga adalah nilai Commitment dengan menggunakan perspektif productivity. Pada setiap siklus kerangka kerja Agile dalam rentang waktu 1 -4 minggu, tim Agile bekerja dengan penuh komitmen mengikuti keseluruhan langkah baku meliputi sprint planning, daily scrum, sprint review serta restrospective. Sprint planning dilakukan untuk mengontrol strategi jangka pendek sesuai prioritas dalam sprint yang berjalan. Daily scrum dilakukan untuk berkolaborasi, mengidentifikasi hambatan dan membangun kepercayaan antar anggota tim untuk bisa mencapai target. Sprint review dan retrospective dilakukan untuk mereviu pencapaian dari suatu siklus sprint serta menyediakan umpan balik untuk siklus sprint berikutnya mengenai apa yang berhasil dari sistem kerja yang sudah dijalankan dan apa yang perlu diperbaiki kembali.

Yang keempat adalah nilai Respect. Contoh perilaku nilai respect menggunakan perspektif productivity pada sistem kerja Agile ini dengan siklus sprint planning, daily scrum, serta retrospective menjadi alat untuk mengindentifikasi kesempatan dan efisiensi pekerjaan yang lebih baik. Pada sistem kerja Agile juga dikenal satu peran yang disebut sebagai scrum master sebagai “servant-leader”. Hal ini berbeda dengan kepemimpinan tradisional yang menitikberatkan pada kontrol dan hiearki, namun kepemimpinan “servant-leader” menitikberatkan pada kolaborasi dalam suatu tim, komunikasi yang regular dan langsung sehingga mempromosikan transparansi dan atmosfer kerja untuk menghasilkan praktek kinerja lebih baik.

Yang terakhir adalah nilai Excellence. Sistem kerja Agile sejatinya dibentuk untuk meningkatkan excellence. Dalam perspektif productivity, sistem kerja Agile secara konsisten mencapai target berkualitas tinggi lewat continuous delivery, incremental untuk setiap siklus sprint. Dalam perspektif cost, sumberdaya yang digunakan dalam suatu siklus sprint bisa berbeda-beda disesuaikan dengan kebutuhan delivery sprint tersebut sehingga meminimalkan sumber daya yang tidak terutilisasi. Dalam perspektif interaction, sistem kerja Agile menciptakan lingkungan kerja yang saling menghargai, terbuka, kontribusi yang terakui disetiap akhir siklus sprint serta menempatkan prioritas kepentingan perusahaan berdasarkan pontesi nilai tambah dan positive impact dari perubahan yang dilakukan.

Perbaikan sedikit demi sedikit namun konsisten adalah konsep yang sudah terbukti efektif untuk perubahan positif dan berkelanjutan. Sejak dahulu kita mengenal peribahasa “Sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit”. Konsep tersebut baru diformalkan dalam bentuk panduan oleh James Clear dalam buku “Atomic Habits”. James Clear menitikberatkan pentingnya keberadaan sistem kerja agar perubahaan perilaku positif bisa berkelanjutan sehingga menjadi bagian dari karakter. Metodologi Agile adalah sebuah sistem kerja yang sejalan dengan konsep “Atomic Habits” ini.

MIS telah memulai menggunakan sistem kerja Agile dalam keseharian pekerjaan dengan semangat perbaikan berkelanjutan sehingga menghasilkan produk yang terus menerus menghasilkan nilai tambah baru. Sistem kerja Agile ini sejalan dengan nilai-nilai SINCERE dengan menggunakan perspektif Safety, Productivity, Cost, dan Interaction.

Metodologi Agile saat ini sudah digunakan sebagai best practices dari perusahaan-perusahaan kelas dunia untuk dapat menghasilkan nilai tambah bisnis atau inovasi produk yang memberikan impact positif baik untuk eksternal dan internal. Metodologi ini bersifat umum sehingga bisa diaplikasikan untuk semua proses bisnis sehingga saat ini dikenal satu istilah yang disebut Agile Transformation – suatu transformasi proses bisnis berbasiskan Agile.

Perubahan adalah suatu keniscayaan. Kondisi eksternal dan perubahan radikal seperti pandemi COVID-19 memaksa kita untuk melakukan transformasi bisnis yang tidak terbayangkan sebelumnya dengan metode yang kreatif dan inovatif. Dengan semangat HUT Kemerdekaan RI yang ke-77 “Pulih lebih cepat bangkit lebih kuat”, mari kita lakukan yang terbaik dengan cara terbaik untuk dapat berkontribusi positif menghasilkan nilai tambah secara terus menerus untuk perusahaan, dan para pemangku kepentingan. Transformasi Agile adalah salahsatu cara untuk kita bisa menghasilkan nilai tambah tersebut sejalan dengan nilai-nilai SINCERE.





Kembali Ke List