PTFI Serahkan Dua Jembatan Gantung kepada Masyarakat di Distrik Hoya


18 June 2021


PT Freeport Indonesia baru-baru ini menyerahkan dua jembatan gantung kepada pemerintah sebagai sarana penyeberangan yang aman dan layak bagi masyarakat beberapa desa di Lembah Hoya yang dikenal memiliki medan Dataran Tinggi terjal dan tak kenal ampun.

Pembangunan kedua jembatan tersebut membawa peningkatan yang signifikan terhadap kualitas hidup penduduk desa di Hoya. Hadirnya jembatan gantung kini menggantikan jembatan darurat yang sebelumnya terbuat dari untaian rotan dan kayu yang menghadapkan penduduk desa pada pilihan berbahaya saat menyeberangi sungai atau memilih jalan memutar dan menghabiskan waktu sepanjang hari.

“Dua jembatan gantung di Hoya ini merupakan bukti kerja sama positif antara masyarakat, pemerintah dan PTFI,” kata Nathan Kum, Vice President-Community Development. “PTFI akan terus berkontribusi pada perwujudan pembangunan masyarakat dan daerah secara berkelanjutan, dengan tetap menghormati budaya dan nilai-nilai lokal.”

Satu jembatan menghubungkan desa Dalmaogom dan Mamontoga, sedangkan jembatan lainnya menghubungkan dusun seperti Tsinga, Jila, Bela, Alama sekaligus memberikan akses yang lebih baik ke satu-satunya gedung sekolah di desa Kulamaogom.

Sebagai komunitas di sekitar lokasi operasional perusahaan di Dataran Tinggi, Lembah Hoya berada dalam lingkup Community Relations PTFI dan program pengembangan masyarakat Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK).

Suspension Bridge in Hoya District
Jembatan Gantung di Distrik Hoya. Photo Credit: Johan Gandegoay
Suspension Bridge in Hoya District
Jembatan Gantung di Distrik Hoya. Photo Credit: Johan Gandegoay
Makeshift bridge made of rattan strands and wood
Jembatan darurat yang sebelumnya terbuat dari untaian rotan dan kayu. Photo Credit: Johan Gandegoay
Suspension Bridge in Hoya District
Jembatan Gantung di Distrik Hoya. Photo Credit: Johan Gandegoay
Makeshift bridge made of rattan strands and wood
Jembatan darurat yang sebelumnya terbuat dari untaian rotan dan kayu. Photo Credit: Johan Gandegoay
Makeshift bridge made of rattan strands and wood
Makeshift bridge made of rattan strands and wood
Makeshift bridge made of rattan strands and wood
Makeshift bridge made of rattan strands and wood
Makeshift bridge made of rattan strands and wood


Lembah Hoya dihuni oleh anggota suku Amungme yang berkerabat dekat dengan suku Amungme di tiga lembah lainnya yaitu Tsinga, Waa dan Aroanop. Meski ada beberapa dusun yang tersebar di sekitar lembah yang secara fisik berdekatan, topografi Dataran Tinggi dan kurangnya infrastruktur membuat perjalanan di lembah menjadi sulit dan terkadang membahayakan jiwa.

Proyek perusahaan dimulai setelah masyarakat meminta PTFI untuk membantu membangun jembatan gantung permanen yang menjadi sarana mereka melintasi satu dusun ke dusun lain di Hoya. Curah hujan yang tinggi di Dataran Tinggi kerap menyebabkan banjirnya sungai Jinogong yang membuat perjalanan ini berbahaya, pendakian selama 12 jam terpaksa dilalui masyarakat melewati hutan-hutan untuk dapat mengitari sungai hingga sampai ke dusun tetangga.

Karel Kum, Kepala Distrik Hoya, mengatakan dia menghargai bantuan perusahaan yang telah menyediakan infrastruktur penting untuk distriknya, berkat jembatan baru kini desa dapat menyatu dengan lebih baik.

“Kami akan memastikan bahwa masyarakat dan pemerintah daerah bekerja sama, sehingga kami dapat menjaga fasilitas penting ini untuk kebaikan seluruh masyarakat di Hoya,” kata Kum.

Robert Mayaut, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Mimika juga menyampaikan apresiasinya, karena hubungan dan kerja sama antara pemerintah daerah, masyarakat dan PTFI terus diupayakan.

“Pembangunan infrastruktur pedesaan seperti ini menunjukkan bahwa program pembangunan tidak hanya terfokus di kota-kota besar saja,” kata Mayaut. “Kami bangga dapat bermitra dengan PTFI dalam membangun infrastruktur yang baik di Mimika untuk mendorong pembangunan dan perbaikan bagi masyarakat.”





Kembali Ke List